C. Pemikiran RA Kartini
Pemikiran milik RA Kartini mampu menarik banyak perhatian masyarakat masa itu, khususnya kaum Belanda. Mereka tertarik pada surat-surat yang ditujukan pada ke orang Eropa yang ternyata buah pemikiran wanita pribumi.
Pemikiran RA Kartini mampu menggantikan pandangan masyarakat Belanda pada wanita pribumi di masa itu. Merekapun angkat topi atas pemikiran Kartini. Kartini dikagumi tidak hanya di dalam negeri, melainkan hingga ke seluruh penjuru negeri.
Melalui Seri Tempo: Kartini yang ada dibawah ini, sosok Kartini diangkat, dikupas, dan dikisahkan dalam sudut pandang lain mengenai peran besar karyanya di zaman tersebut.
Baca juga : Makna Sumpah Pemuda
Surat-surat yang selama ini sudah terkumpul oleh J.H. Abendanonlah yang kemudian menjadi cikal bakan pencetakan buku dengan tajuk awalnya “Door Duisternis tot Licht”.
Kemudian judulnya diterjemahkan menjadi “Dari Kegelapan Menuju Cahaya” tahun 1922 oleh penerbit Balai Pustaka, buku ini diterbitkan hingga 5 kali. Yang menarik pada buku ini, pada cetakan kelima terdapat lampiran surat-surat Kartini.
Berikut ini adalah beberapa buku R.A kartini yang dijual di gramedia :
a. Kartini: Kisah Hidup Seorang Perempuan Inspiratif b. Gelap Terang Kartini
c. Raden Ajeng Kartini
Rekomendasi Buku & Artikel
F. Peringatan Hari kartini
Pada tanggal 2 Mei 1964, Presiden Soekarno menetapkan RA Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Bukan hanya itu, Presiden Soekarno menetapkan hari lahir RA Kartini pada tanggal 21 April untuk diperingati sebagai Hari Kartini hingga sekarang.
Perjuangan R.A. Kartini untuk Perempuan dan Pendidikan
Kartini dikenal dengan surat-suratnya dengan sejumlah orang di Belanda. Sejumlah surat di antaranya mengungkapkan bagaimana Kartini ingin memperluas pengetahuannya tentang berbagai pemikiran. Salah satu suratnya diterjemahkan Armijn Pane dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang:
"Kami, gadis-gadis masih terantai kepada adat istiadat lama, hanya sedikitlah memperoleh bahagia dari kemajian pengajaran itu. Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, keluar rumah tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat." (Surat kepada Nona Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)
"Saya tiada tahu berbahasa Prancis, Inggris, dan Jerman, sayang! --Adat sekali-kali tiada mengizinkan kami anak gadis tahu berbahasa asing banyak-banyak--kami tahu berbahasa Belanda saja, sudah melampaui garis namanya. Dengan seluruh jiwa saya, saya ingin pandai berbahasa yang lain-lain itu, bukan karena ingin akan pandai bercakap-cakap dalam bahasa itu, melainkan supaya dapat membaca buah pikiran penulis-penulis bangsa asing itu." (Surat kepada Nona Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)
Surat-surat Kartini kelak diterjemahkan dalam berbagai bahasa untuk pembaca di Eropa, Asia, hingga Amerika lewat buku kumpulan surat Kartini oleh J.H. Abendanon, Door Duisternis tot Licht.
Gagasan Kartini untuk membangkitkan pengetahuan dan pendidikan perempuan juga ia terapkan sehari-hari. Ia mempelajari dan memahami pemikiran emansipasi yang berkembang di negara-negara lain. Berangkat dari pengetahuannya, ia kelak bercita-cita mendirikan sekolah bagi perempuan dan menjadi guru.
Mendirikan Sekolah Kartini
Kartini dan adiknya lalu memutuskan membuka sekolah untuk anak-anak gadis pada Juni 1903. Sekolah Kartini menekankan pembinaan budi pekerti dan karakter anak sehingga suasana sekolah diciptakan seperti suasana di rumah.
Sekolah berlokasi di pendopo kabupaten. Kegiatan belajar mengajar berlangsung empat hari seminggu, Senin-Kamis. Murid belajar 4,5 jam sehari, pukul 8 pagi-12.30 siang. Kartini banyak menghabiskan waktu memikirkan pengelolaan sekolah barunya karena minat masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya bertambah.
Di tengah masa tersebut, ia memutuskan menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat pada 8 November 1903. Kartini juga mengalihkan beasiswa studi ke Batavia yang ia dan Roekmini dapat tidak lama setelahnya ke orang lain.
Surat lamaran suaminya diterima Kartini dengan syarat sang Bupati Rembang menyetujui dan mendukung gagasan dan cita-cita Kartini. Kartini juga harus diizinkan membuka sekolah dan mengajar putri-putri bangsawan di Rembang.
Sekolah yang sudah dirintis Kartini terkendala setelah ia wafat. Keluarga Abendanon dan Nyonya Van Deventer kelak membangun beberapa sekolah nama Sekolah Kartini. Seiring waktu, sekolah Kartini berkembang ke kota-kota lain, dengan program pendidikan yang mendukung keterampilan siswa.
KOMPAS.com - Sosok Raden Ajeng Kartini telah mahsyur di masyarakat Indonesia. Kegemarannya mengungkapkan pandangan dan pikirannya melalui tulisan, nama RA Kartini menjadi abadi, dengan ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia.
Hari lahirnya, 21 April, dirayakan sebagai salah satu hari peringatan nasional yaitu Hari Kartini.
Wanita kelahiran Jepara, Jawa Tengah ini mernjadi sosok figur emansipatoris, berjuang keras untuk kesetaraan bagi para wanita di Indonesia.
RA Kartini memperjuangkan kesetaraan wanita karena saat itu keberadaan kaum hawa seringkali tidak dihargai, termasuk tak diberikan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Kartini sebenarnya hanyalah seorang perempuan Jawa biasa yang lahir di keluarga bangsawan. Gagasan yang dimilikinya telah menjadikan sejarah mengenangnya sebagai sosok luar biasa.
Baca juga: Meneladani Kartini, Para Peneliti Perempuan Berjuang untuk Kemajuan Riset di Indonesia
Sebagai seorang putri dari Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Kartini memang beruntung bisa mengenyam pendidikan walaupun masih dalam keterbatasan. Pendidikan tersebut mampu membuatnya membaca dan menulis, bahkan dalam bahasa Belanda.
Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV dari Demak, juga dikenal sebagai bangsawan yang terbuka terhadap peradaban barat.
Sikap terbuka ini juga diwariskan ayah Kartini, yang menyebabkan anak perempuannya dapat berinteraksi dengan beberapa orang Belanda.
Salah satu orang Belanda yang berpengaruh dalam hidup Kartini adalah Marie Ovink-Soer, istri dari seorang pegawai administrasi kolonial Hindia-Belanda di Jawa Tengah.
Ovink-Soer menjadi sahabat RA Kartini untuk mencurahkan hati akan banyak hal, terutama kondisi perempuan yang dikekang adat dan tradisi.
Berkat sahabatnya ini pun, Kartini mengenal gerakan feminisme di Belanda sejak usia 20 tahun, dengan diperkenalkan pada jurnal beraliran feminisme De Hollandshce Lelie.
Di jurnal inilah perempuan kelahiran 21 April 1879 tersebut menuliskan keinginannya memiliki sahabat pena dari Belanda.
Keinginannya pun bersambut dengan pegawai pos bernama Estella Zeehandelar menanggapi dan mengirim surat kepada Kartini. Korespondensi Kartini dengan Stella membuat pemikirannya semakin terbuka.
Baca juga: RA Kartini, Putri Jawa Pejuang Emansipasi dan Sejarah Hari Kartini
Tulisan RA Kartini dalam surat-suratnya menjadi rekaman pemikiran dan gagasan yang dianggap luar biasa, dengan bercerita mengenai kondisi perempuan yang merasa terkekang, bahkan tidak bisa memilih masa depannya sendiri.
Kartini pun bercerita mengenai banyak hal, mengenai bangsanya yang menderita karena penjajahan, keresahannya mengenai agama, hingga kepeduliannya akan pendidikan.
Selain kepada dua orang warga Belanda tersebut, Kartini juga menulis surat kepada Rosa Abendanon, istri dari JH Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda.
JH Abendanon mengumpulkan surat-surat Kartini dan menjadikannya sebuah buku berjudul Door Duisternis tot Licht (1911). Buku ini diterjemahkan oleh sastrawan Armijn Pane pada 1939 dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Buku ini diterbitkan Balai Pustaka, kemudian menjadikan nama Kartini besar dan dicatat sejarah sampai saat ini.
Baca juga: Polemik Usai Terbitnya Buku Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang
Raden Ajeng Kartini dianggap menginspirasi gerakan emansipasi perempuan di Indonesia.
Tuntutan kesetaraan gener dan persamaan hak-hak perempuan dengan laki-laki, termasuk hak mengenyam pendidikan, kini menjadi lebih vokal disuarakan oleh banyak orang, salah satunya berkat pemikiran Kartini.
Kartini mendirikan sekolah khusus perempuan untuk warga pribumi. Didirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.
Berkat kegigihan RA Kartini, muncul juga Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini (Sekolah Kartini) di Semarang pada 1912, kemudian disusul berdirinya sekolah-sekolah serupa di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya.
KOMPAS.com - Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini adalah tokoh emansipasi wanita yang berasal dari Jepara, Jawa Tengah.
RA Kartini dikenal sebagai sosok pemberani, yang semasa hidupnya terus memperjuangkan harkat dan martabat perempuan agar bisa mendapatkan hak yang sama dengan kaum laki-laki.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, tidak semua perempuan dapat bersekolah. Hanya perempuan bangsawan saja yang memiliki kesempatan mendapat pendidikan.
Berawal dari situ, RA Kartini terdorong untuk memajukan kaum perempuan pribumi agar tidak dipandang memiliki kedudukan yang rendah.
Lalu, apa saja perjuangan dan jasa RA Kartini untuk bangsa Indonesia?
Baca juga: Asal Usul Patung Kartini Pemberian Jepang
E. Kontroversi RA Kartini
Surat- surat yang dibuat Kartini paling banyak dikirim pada Sahabatnya, Nyonya Rose Abendanon Mandri,istri dari J.H. Abendanon. J.H. Abendanon, adalah Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Belanda. Dialah yang memiliki peranan penting dalam penerbitan buku-buku Kartini.
Usia Kartini saat rajin berkirim surat itu 23 tahun. Kartini selalu bersemangat menceritakan apa yang dilihat, dirasa dan dipikirkannya. Ia memiliki kesempatan untuk duduk di bangku sekolah membuat pemikiran Kartini luas dan terbuka. Kartini menuliskan semua yang dipikirkan dan dirasakannya, termasuk membahas soal keintiman dan ras tiongkok.
Orang Tiongkok saat itu hanya dijadikan tameng oleh Belanda menghadapi amarah pribumi dan juga dijadikan kambing hitam atas birokrasi yang kacau. Karena dianggap membahayakan, beberapa surat tentang suku Tiongkok akhirnya disensor oleh Abendanon.
Selain itu, Kartini juga membahas kebijakan pemerintahan Belanda dalam menguasai perdagangan candu di Jawa. Kartini juga mengeluarkan kritikan pedas atas kepindahan seorang residen dari Jepara. Surat inipun kembali disensor oleh Abendanon karena dianggap tak layak untuk dibuka. Buku Kartini dicetak pada masa politik Etis mulai bergulir, sementara Abendanon dikenal sebagai pendukung politik etis. Banyak yang menduga adanya rekayasa Abendanon dalam menyortir surat-surat Kartini.
Namun , Pada 1987,surat – surat lengkap kartini diterbitkan oleh Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) dengan judul ‘Kartini: Brieven aan Mevrouw R.M. Abendanon-Mandri en Haar Echtgenoot’ Ternyata Total ada sekitar 150 korespondensi.
Pada tahun 1989,terjemahan dalam Bahasa Indonesianya terbit. Dalam buku itu terbongkarlah kenyataan bahwa Abendanon telah menyortir surat-surat sebagai “sensitif” yang menurutnya tak layak untuk dilihat.
Bahkan beberapa surat juga sengaja di sobek di bagian tertentu, khususnya surat-surat yang dianggapnya terlalu pedas atau menyudutkan pemerintahan Belanda. Sementara surat-surat yang menurutnya aman saja yang diterbitkan.
Tentu saja hal itu sangat disayangkan, karena kenyataannya surat -surat Kartini bukan hanya karena membahas dalam feminisme, seperti yang selama ini diketahui banyak orang.Selain kontroversi surat-surat, penetapan Kartini sebagai Pahlawan juga sempat mendapat pertentangan.
Banyak yang merasa Terlalu berlebihan jika Kartini dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Pertama, Kartini hanya berjuang di daerah Rembang dan Jepara dan yang kedua, Kartini tak pernah berperang dengan mengangkat senjata seperti Cut Nyak Dien atau Christina Martha Tiahahu yang ikut turun ke medan perang.
Sikap pro poligami Kartini juga rasanya bertentangan dengan pemikirannya sebagai penggiat emansipasi wanita.Namun pihak yang pro Kartini berhasil meyakinkan bahwa perjuangan Kartini dalam menyuarakan persamaan derajat wanita merupakan perjuangan Nasional.
Yang tak kalah kontroversi adalah kematian Kartini. Seperti yang sudah kita ketahui, Kartini menghembuskan nafas setelah melahirkan.Hal ini cukup mengherankan mengingat konon Kartini sehat selama hamil dan setelah melahirkan.
Namun anehnya, di hari ke empat, Kartini menutup mata. Ada pihak yang menduga Belanda membunuh Kartini lewat tangan Dr van Ravesteyn.
Pemikiran Kartini yang terbilang berani memojokkan Belanda, dan kartini dianggap berbahaya. Beredar cerita bahwa di hari Kartini meninggal Dr van Ravesteyn mengajaknya minum anggur sebagai tanda perpisahan.
Tak lama setelah itu, Kartini hilang kesadaran dan tak lama meregang nyawa.Menurut pandangan dokter di masa kini, kondisi yang terjadi pada Kartini adalah preeklampsia atau tekanan darah tinggi pada ibu hamil. Meskipun hal itu juga belum bisa dibuktikan dengan catatan kematian Kartini entah ada di mana.
Pihak keluarga tak ada yang berusaha mencari penyebab kematian Kartini dan menerima ini sebagai takdir.
Upaya Kartini Melanjutkan Pendidikan
Kartini pernah berupaya mencari beasiswa dengan mengirim surat pada sahabatnya Nyonya Ovink Soer. Peluang mendapatkan pendidikan sedikit terbuka saat pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru pada September 1901.
Kelak Ratu Wilhelmina dalam sidang parlemen memproklamasikan politik etis yang mengharuskan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat jajahan di Hindia Belanda. Gagasan emansipasi dan cita-cita Kartini untuk maju dengan pendidikan mulai jadi perhatian pemerintah Hindia Belanda.
Pada 8 Agustus, Direktur Departemen Pendidikan, Kerajinan, dan Agama J.H. Abendanon mengunjungi Jepara. Ia menyampaikan, ada rencana pendirian sekolah asrama atau kostchool untuk gadis bangsawan. Kartini mendukung rencana ini dengan harapan perempuan menyadari hak mereka selama ini terampas.
Abendanon terkesan dengan penjelasan Kartini yang menyarankan pembukaan pendidikan kejuruan agar perempuan terampil dan mandiri, tidak bergantung kepada laki-laki. Tetapi, sebagian besar bupati menolak surat edaran Abendanon tentang kostschool dengan alasan aturan adat bangsawan tidak mengizinkan anak perempuan dididik di luar.
Kelak saat diundang ke Batavia oleh Abendanon, Kartini ditawari Direktur HBS Batavia Nona Van Loon untuk melanjutkan studi di sekolahnya. Saat itu, ayah Kartini juga mengizinkannya untuk melanjutkan studi menjadi guru.
Kendati pendirian kotschol terhambat, keinginan Kartini atas pendidikan demi menyamakan derajat laki-laki dan perempuan sampai di telinga anggota parlemen Belanda, Van Kol. Ia lalu menawari Kartini untuk sekolah di Belanda bersama adiknya Roekmini dengan biaya pemerintah.
Tetapi atas bujukan dan tekanan orang bumiputra dan keluarga Abendanon, ia urung ke Belanda.
J. Lirik Lagu Ibu Kita Kartini
Kekaguman W.R Supratman pada pemikiran Kartini dituangkan dalam lagu berjudul KARTINI. Pada tahun 1929, terciptalah lagu cantik itu. Lagu yang menggambarkan sosok Kartini sebagai pejuang emansipasi. Lagu yang pastinya kita sudah hafal di luar kepala
Ibu kita Kartini Putri sejati Putri Indonesia Harum Namanya
Ibu kita Kartini Pendekar Bangsa Pendekar kaumnya Untuk merdeka
Wahai Ibu kita Kartini Putri yang mulia Sungguh besar cita-citanya Bagi Indonesia
Sekian biografi tentang R.A Kartini atau yang juga dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita. Semoga semangat dan perjuangan beliau bisa menginspirasi setiap orang khususnya kaum wanita pada masa modern.
Masa Dewasa R.A Kartini
Setelah dipingit dari usia 15 tahun , R.A Kartini akhirnya menikah pada usia 24 tahun . Tanggal 12 November 1903, K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat memperistrinya. Namun sayangnya Kartini bukanlah sebagai istri pertama, melainkan sebagai istri keempat dari Bupati Rembang tersebut.
Ternyata Suami Kartini bisa mengerti jalan pikiran Kartini . Suaminya pun mendukung keinginan Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Keinginan Kartini pun semakin menguat terpatri dalam sanubarinya. Dia tak dapat membendung lagi keinginan membebaskan para wanita.
Sayangnya, takdir berkata lain. Kartini tak bisa berjuang lebih lama dalam mengangkat harkat derajat wanita karena Kartini wafat di usia 25 tahun. 4 hari setelah melahirkan putra semata wayang, RM Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904, Kartini menghembuskan nafas terakhirnya.
Kematian Kartini cukup mengejutkan karena selama masa hamil dan melahirkan Kartini tampak sehat walafiat. Tak ada yang menyangka jika Kartini akan wafat di usia muda. Banyak mimpinya yang belum sempat tercapai tentunya.
Untunglah 8 tahun kemudian, tepat di tahun 1912, Sekolah Kartini dibangun yang oleh Yayasan Kartini di Semarang. Adalah oleh keluarga Van Deventer, tokoh Politik Etis kala itu yang menggagas Pembangunan sekolah tersebut . Tak lama pembangunan pun tersebar Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan beberapa daerah lain.
Mendirikan sekolah perempuan
RA Kartini merupakan putri dari Bupati jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, yang lahir pada 21 April 1879.
Karena latar belakang keluarganya, ia memiliki kesempatan untuk mendapat pendidikan yang layak.
Ia bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) dan belajar bahasa Belanda hingga usia 12 tahun.
Setelah itu, RA Kartini diharuskan tinggal di rumah atau dipingit. Artinya, ia tidak diperbolehkan keluar rumah dan melakukan aktivitas lain sampai menikah.
Selama menjalani pingitan, RA Kartini tidak berdiam diri. Ia tetap belajar mandiri dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda.
RA Kartini juga menghabiskan waktunya dengan membaca buku, koran, dan majalah-majalah Eropa, yang kemudian mendorongnya untuk memajukan para perempuan pribumi supaya tidak lagi dipandang rendah.
Baca juga: Biografi RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan
Salah satu perjuangan RA Kartini dalam pendidikan adalah mendirikan sekolah perempuan.
Pada 12 November 1903, RA Kartini menikah dengan Bupati Rembang, KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Setelah menikah, ia diberi kebebasan untuk mendirikan sekolah perempuan oleh suaminya.
Sekolah ini berlokasi di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang (sekarang Gedung Pramuka).
PAHLAWAN pergerakan nasional yang berjuang menyuarakan emansipasi kaum wanita Indonesia, Raden Ajeng Kartini atau yang akrab disapa RA Kartini, menghembuskan napas terakhirnya pada 18 September 1904. Kala itu, ia baru menginjak usia 25 tahun.
Bila melansir dari laman resmi Kemendikbud, perempuan asal Jepara, Jawa Tengah, itu tutup usia akibat penyakit preeklamsia tepat 4 hari setelah melahirkan putra tunggalnya, Raden Mas Soesalit.
Preeklamsia itu terjadi akibat gangguan kehamilan yang ditandai oleh tekanan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi dalam urinenya. Dia menghembuskan napas terakhirnya tepat di pangkuan suamin....
Biografi RA Kartini – Siapa yang tak kenal dengan Kartini? Sosok wanita nan ayu yang begitu dipuja oleh kaum wanita Indonesia. Karena beliaulah, wanita di negeri ini bisa merasakan kesamaan derajat dengan pria.
Wanita tidak hanya berputar di sumur, kasur dan dapur. Karena Kartinilah wanita Indonesia layak diperhitungkan. Apa yang beliau lakukan telah membuka lebar pintu emansipasi. Wanita kini memiliki peranan yang tak kalah penting bagi negeri ini.
Untuk mengenal lebih jauh mari kita bahas Biografi singkat R.A Kartini yang sudah dirangkum dari berbagai sumber